E satu.com ( Tangerang ) -
Kasus-kasus yang ditangani KPK, tindak pidana korupsi menyangkut pengadaan barang dan jasa (PBJ) menempati urutan kedua terbesar setelah gratifikasi/suap.

Korupsi pengadaan barang dan jasa terjadi karena lemahnya proses perencanaan program dan anggaran. Di sisi lain, minimnya sumber data dan acuan dalam penyusunan standardisasi kualitas harga barang dan jasa.

Tindak kecurangan atau penyelewengan ini, menurut analisis Direktorat Penyidikan KPK, terjadi dalam enam bagian, yaitu saat tahap perencanaan, tahap pengadaan, tahap penyusunan dan penandatanganan kontrak, tahap pelaksanaan kontrak, dan tahap pengawasan, serta tahap pelaporan.

Pada tahap perencanaan, terdapat sejumlah pola kecurangan dalam PBJ, antara lain: (1) penggelembungan dana (mark up) rencana pengadaan, (2) pengadaan diarahkan untuk kepentingan produk atau penyedia barang dan jasa tertentu, (3) perencanaan yang tidak realistis, terutama terkait waktu pelaksanaan.

Selanjutnya, (4) panitia bekerja secara tertutup, tidak jujur, dan bahkan dapat dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu, (5) harga perkiraan sendiri (HPS) dalam rencana PBJ ditutup-tutupi, dan (6) harga dasar tidak disesuaikan dengan standar yang ada.

Faktor berikut (7), spesifikasi teknis mengarah pada produk tertentu, (8) dokumen lelang tidak disesuaikan dengan standar yang ada, dan terakhir (9) dokumen lelang tidak lengkap.

Adapun dalam tahap pengadaan, pola-pola kecurangan terjadi seperti (1) jangka waktu pengumuman proses pengadaan barang dan jasa menjadi singkat, (2) pengumuman tidak lengkap dan membingungkan, (3) penyebaran dokumen tender tampak cacat, dan (4) dilakukan pembatasan informasi oleh panitia agar kelompok tertentu saja yang memperoleh informasi lengkap.

Baca Juga
Selanjutnya, (5) penjelasan tentang proyek (aanwijizing) diubah menjadi tanya jawab, (6) adanya upaya menghalangi pemasukan dokumen penawaran oleh oknum tertentu agar peserta tertentu terlambat menyampaikan dokumen penawarannya, (7) penggantian dokumen dilakukan dengan cara menyisipkan revisi di dalam dokumen awal.

Pola-pola kecurangan berikutnya (8) panitia bekerja secara tertutup, (9) pengumuman pemenang tender hanya dilakukan kepada kelompok tertentu, (10) tidak semua sanggahan ditanggapi, dan terakhir (11) surat penetapan sengaja ditunda pengeluarannya.

Sementara itu, praktik curang di tahap penyusunan dan penandatanganan kontrak, di antaranya (1) penandatanganan kontrak tidak dilengkapi dokumen pendukung dan (2) penundaan penanganan kontrak tersebut.

Adapun penyimpangan di tahap pelaksanaan kontrak & penyerahan barang/jasa, yaitu pekerjaan atau barang tidak sesuai spesifikasi dan pekerjaan yang belum selesai, tetapi telah dilakukan serah terima.

Penyimpangan di tahap pengawasan, biasanya berupa (1) kolusi antara pelaksana proyek dan pengawasnya, (2) penyuapan kepada pengawas proyek, dan (3) laporan pengawas proyek yang tidak sesuai dengan hasil pekerjaannya.

Adapun tahap terakhir, tahap pelaporan keuangan dan audit, praktik menyimpang yang ditemukan yaitu pelaporan tidak jujur dan meloloskan bukti-bukti akuntansi yang 
tidak benar

( AWW )

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top