Belakangan ini, seruan tagar #KaburAjaDulu tengah ramai digaungkan oleh warganet di sejumlah media sosial, dan sempat menjadi trending topic di Indonesia dalam media sosial X.  Tren tagar ini dimaknai sebagai ungkapan kekecewaan sekaligus upaya masyarakat, terutama anak muda untuk mendapatkan kesejahteraan hidup lebih layak dengan mencari peruntungan di negara lain melewati jalur beasiswa pendidikan, lowongan pekerjaan, dan hal lainnya (CNNIndonesia, 07/02/2025).

Namun jauh sebelum itu, sebanyak 100.000 orang lebih telah tercatat mengikuti acara Study and Work Abroad Festival Juli-Agustus 2024 yang memberi informasi beasiswa ke luar negeri. Diketahui pula bahwa sebanyak 3.912 WNI usia 25-35 tahun memilih menjadi warga negara Singapura pada tahun 2019 hingga 2022 pada Data Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham (Kompas.com, 05/02/2025).

Tagar #KaburAjaDulu terlihat memang seperti hal yang biasa saja, namun masa  depan Indonesia justru dipertaruhkan dengan tagar ini. Orang-orang yang menyerukan tagar #KaburAjaDulu di berbagai media sosial tak lain dan tak bukan dipengaruhi oleh digitalisasi. Dengan digitalisasi orang-orang dapat menerima banyak informasi secara cepat dan mudah. Tak ayal jika orang-orang pun mengetahui kehidupan di negara-negara luar yang terlihat lebih terjamin sampai bisa dikatakan rumput tetangga lebih hijau. 

Jika kita amati, banyak negara luar yang lebih menjanjikan menawarkan gaji dan fasilitas yang lebih baik bagi para pekerja . Contohnya Jepang, negara yang dikenal dengan kedisiplinan dan kebersihannya. Perusahaan di negeri sakura ini menawarkan gaji yang kompetitif bagi para pekerja, belum lagi dengan tawaran insentifnya seperti asuransi kesehatan, tunjangan transportasi, dan bonus tahunan. Kualitas hidup di negara ini pun sudah sangat baik mulai dari pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur. Tentunya, menjadi daya tarik bagi mereka yang ingin menempuh pendidikan tinggi, ataupun mereka yang hanya ingin sekedar tinggal disana. 

Sungguh menggiurkan, kondisi negara tersebut berbalik dengan keadaan di tanah air tercinta. Tercatat bahwa sebanyak 40 juta pekerja di Indonesia masih memiliki gaji di bawah Rp 5 juta pada 2024 (CNBCIndonesia,13/06/2024). Dan pada saat itu angka tersebut jauh dari target pendapatan per kapita. Bukan hanya itu, pendidikan dan layanan kesehatan di Indonesia pun terpantau belum merata. Saat ini kita ketahui sendiri bahwa tingginya biaya pendidikan seringkali meresahkan individu dan orangtua, fasilitas dan sarana prasarana sekolahan antara kota dan desa pun terlihat sangat mencolok. Sedangkan, ketidak merataan fasilitas kesehatan masih menjadi kendala di Indonesia. 
 
Kondisi negara semakin membuat masyarakat kecewa dengan kebijakan-kebijakan baru, seperti kebijakan efesiensi anggaran yang juga tengah menjadi perbincangan hangat. Secara bersamaan banyaknya tawaran kerja dan beasiswa di luar negeri yang menjanjikan membuat para pemuda semakin gencar untuk "kabur". Kondisi ini berkaitan dengan fenomena Brain Drain. Brain Drain atau human capital flight merupakan sebuah fenomena dimana orang-orang pintar dan berbakat memilih untuk bekerja sampai menetap di luar negeri.
 
Dengan hal ini, fenomena Bain Drain yang menjadi isu krusial dalam konteks globalisasi/liberalisasi ekonomi semakin menguat. Fenomena ini akan semakin memperluas kesenjangan antara negara maju dan berkembang. Negara maju akan memilki keunggulan dalam berbagai aspek, sedangkan negara berkembang masih dihadapkan dengan tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara tidak langsung hal tersebut menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan. 

Baca Juga
Dari permasalahan ini, terlihat jelas bahwa kebijakan politik ekonomi dalam negeri telah gagal memberikan kehidupan sejahtera. Dan yang menjadi akar dari permasalahan ini adalah sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang malah dijadikan sebagai asas negeri ini. Kesenjangan ekonomi tidak saja terjadi di dalam negeri, namun juga di tingkat dunia, antara negara berkembang dan negara maju.

Bagaimana pandangan Islam terhadap fenomena #KaburAjaDulu? Dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh untuk membangun kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan hak asasi setiap individu warga negaranya. Adapun langkah-langkah yang harus dijalani, salah satunya dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki baligh. Lapangan pekerjaan dibukakan seluas-luasnya oleh negara, baik itu di sektor pertanian, perdagangan, industri, bahkan sampai pertambangan. 

Dengan ini, pemerintah tidak cukup hanya berfokus pada lapangan pekerjaan, namun juga harus bersedia dalam menyediakan pendidikan yang memadai dan berkualitas, sehingga dapat mencetak generasi yang berkualitas pula. Dalam Islam, pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang menyiapkan individu-individunya dari sisi akademik dan berakhlaq dengan keimanan. Dengan begitu, maka seseorang akan siap berkontribusi dalam membangun negaranya. 

Kita bisa bayangkan, bertapa sejahteranya kehidupan sebuah negara sampai penjuru dunia jika seperti itu. Itulah sistem khilafah, Islam diterapkan secara menyeluruh, begitupun dalam ketatanegaraan. Buktinya pun pernah tercatat dalam sejarah Islam. Dengan tegaknya Khilafah akan menjadi rahmat bagi seluruh alam, dan mewujudkan dunia yang adil dan sejahtera. Tidak akan terjadi ketimpangan antar negara ataupun ketimpangan dalam negara, sehingga orang-orang tidak akan lagi berencana untuk "kabur". Wallahualam bishawab.

Penulis : Memi Mirnawati

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top