E satu.com (Tangerang) -
Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), tingkat partisipasi pilkada di sejumlah daerah berada di bawah 50 persen.  Misalnya, di Tambora, Jakarta Barat, dan Bandung, Jawa Barat, pemilih yang menggunakan hak suara kurang dari separuh dari daftar pemilih tetap (DPT). Sementara survei Charta Politika menunjukkan bahwa Pilkada Jakarta hanya diikuti 58 persen daftar pemilih tetap. Jadi, ada 42 persen pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput pada pilkada serentak kali ini. Hal  tersebut disampaikan oleh anggota  Komisi 2 DPR RI Fraksi PKB,  Mohamad Toha, di  media rmol.id , pada Jumat, 29 November 2024.

Menurut legislator asal Dapil Jawa Tengah V itu, Ada sejumlah kemungkinan yang menjadi penyebab menurunnya angka partisipasi pemilih. Antara lain, apakah masa kampanye yang pendek menjadi penyebab menurunnya masa kampanye yang pendek , maka waktu sosialisasi para calon pasangan (paslon) sangat terbatas, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup.  “ Tentu ini harus dikaji secara mendalam,  atau sosok calon yang diusung tidak diminati masyarakat, mungkin karena calon tersebut tidak dikenal masyarakat atau karena kandidat itu berasal dari luar daerah, sehingga pemilih tidak menyukainya. Karena masyarakat tidak senang dengan pasangan calon yang diusung, mereka kemudian memutuskan untuk golput.

Kami tentu akan menunggu evaluasi dan kajian mendalam yang dilakukan KPU.

Pilkada 2024 menelan biaya yang cukup besar, sekitar Rp 37,4 triliun. Jadi, sangat merugi jika angka partisipasi pemilihnya rendah. Pilkada merupakan pesta demokrasi. Yang berpesta adalah rakyat ' tegas Mohamad Toha 

Lain halnya dengan  apa yang disampaikan oleh Ketua MCI Kota Tangerang, Asep  Wawan Wibawan, yang menyebutkan, Golput terjadi mungkin karena  dalam proses  pembangunan,  kepentingan masyarakat banyak yang  kurang terakomodir oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. 

" Golput terjadi , sangat  dimungkinkan karena dalam proses Pembangunan , Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dianggap kurang bisa mengakomodir kepentingan, keinginan  atau harapan masyarakat, sehingga banyak masyarakat  yang kecewa dan tidak percaya terhadap para pemangku kebijakan, hal  tersebut menjadi salah satu Indikator  semakin  menurunnya kepercayaan masyarakat kepada  pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Sehingga memberikan  dampak negatif terhadap proses Pesta Demokrasi Pemilukada Serentak 2024. Tentunya harus menjadi bahan evaluasi bagi  Pemerintah  Daerah maupun Pemerintah Pusat ", ujar Asep Wawan Wibawan dikediamannya, pada Jumat ( 29/11/2024 )

(  Soleh )
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top