E satu.com (Cirebon) - Bermula dari keluarga AAY dan keluarga OP warga Dukupuntang terduga tersangka kasus Obat Keras Terbatas (OKT) yang mengadu ke Firma Hukum Buanajati pimpinan Enjang Solihin SH SE.
U orangtua AAY dan S kakak kandung OP menceritakan kronologis yang menimpa anak dan adiknya sehingga ditangkap Sat Narkoba Polresta Cirebon kepada Firma Hukum Buanajati, Senin (15/9).
AAY dan OP ditangkap pada 6 September 2024 membawa OKT sekira jam 21.00 wib bertempat di pinggir jalan raya termasuk Desa Sindangmekar Kecamatan Dukupuntang.
Hasil pertemuan pihak keluarga dengan tim Firma Hukum Buanajati dengan dibuatnya surat permohonan assesmen kepada Kapolresta Cirebon tersebut yang di tandatangi oleh U (Bapak kandung AAY) dan S (kakak kandung OP). Selasa, (16/9).
Pada 18/9 surat permohonan assesmen diterima oleh Seksi Umum Polresta Cirebon dicap dan di tandatangani oleh Ranty kemudian di informasikan untuk datang pada Jum'at (20/9).
Pada Jum'at (20/9), perwakilan tim Firma Hukum Buanajati sdr. Ule sekaligus Jurnalis ini mencoba untuk menghubungi Kapolresta Cirebon bermaksud menanyakan jawaban surat permohonan asessmen yang sudah dikirimkan.
Saat itu, dijawab oleh Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni lewat pesan whatsapp, "kss apa", dijawab oleh Ule, "okt Bu Komandan an AAY dan OP", yang kemudian dilanjut balasan oleh Kapolresta Cirebon adalah, kalo pengedar ga bisa mas.
Pada Sabtu, (21/9) pihak keluarga AAY dan OP diminta datang ke Polresta Cirebon untuk menemui penyidik. Hasil dari itu, pihak keluarga menceritakan bahwa kasusnya akan berlanjut menunggu hasil lab, kemudian P19 dan nanti P21.
Tapi, dari cerita tersebut, ada yang membuat tim Firma Hukum Buanajati merasa janggal, karena diceritakan oleh keluarga untuk tidak memberitahu atau memakai pihak luar.
Sementara, Dr Ilyas SH MH ahli narkotika yang dijumpai dikediamannya mengatakan, maksud orangtua AAY dan OP membuat surat permohonan assesmen adalah untuk mengetahui apakah kedua orang tersebut sebagai pengguna atau pengedar.
"Jangan salah kaprah, assesmen itu untuk tahu apakah pengguna yang memerlukan pertolongan atau pengedar, dan seharusnya Polresta Cirebon tidak sembarangan mengatakan kalau itu pengedar," ungkap Dr Ilyas yang juga Dosen Unsika Karawang. Sabtu, (21/9).
Sesuai Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2011 tentang wajib lapor dan Peraturan Bersama (Perber) 2014 tentang tatacara penanganan korban dan pecandu ke tempat rehabilitasi, dimana yang dapat memutuskan seseorang terpapar atau pengedar adalah Tim Assesmen Terpadu TAT BNN, kata Dr Ilyas.
Menurutnya, berdasarkan pengamatan, bahwa keduanya kuat dugaan terpapar oleh penggunaan obat terlarang dan memerlukan pertolongan untuk segera di rehabilitasi, ujar Dr Ilyas yang juga sebagai Ketua P4GN.
"Kalau mereka sebagai pengedar, coba dilihat bagaimana dari sisi ekonominya, apakah maju atau biasa saja, pengedar kan nanti bisa dikenakan TPPU nya," terang Dr Ilyas.
Sebelum penyidik menentukan seorang itu sebagai pengguna atau pengedar, seharusnya tim penyidik itu meminta assesmen kepada BNN untuk lebih pasti seorang itu pengguna yang membutuhkan pertolongan atau tidak, itu ranah BNN, tegas Dr Ilyas.
Di Cirebon ini masih jarang hal ini (assesmen) dilakukan, bahkan sejauh pengamatan pun sangat jarang kasus seperti ini naik di pengadilan, ungkap Dr Ilyas.
Untuk saat ini Firma Hukum Buanajati, keluarga AAY dan OP terus berkordinasi dengan Dr Ilyas untuk menjadi terang benderang dan selanjutnya bertemu dengan Kapolresta Cirebon. (red)
Post A Comment:
0 comments: