KONGRES XXI pergerakan mahasiswa islam indonesia (PMII) yang bertempat di Jakabaring sport city kota palembang seharusnya menjadi kontestasi riang gembira juga pembelajaran politik yang baik bagi seluruh kadernya,justru menciderai marwah PMII itu sendiri,dimana hak suara Kopri yang tiba-tiba diambil alih dan di intervensi oleh PMII cabang,maupun senior. tak sedikit mereka menggunakan ancaman-ancaman serta paksaan terhadap suara kopri itu sendiri. Telah Kita ketahui bersama terdapat 22 calon ketua PB PMII dan 8 calon ketua Kopri PB PMII yg dimana hak suara sudah jelas bahwa kopri setiap cabang memiliki suara untuk memilih siapa calon ketua kopri PB yang bisa untuk disinergikan bersama.
Alih-alih kebebasan bersuara dan juga menikmati kontestasi tetapi senior di salah satu cabang yang ada di jawabarat ikut turun tangan,yang seharusnya hanya sebatas mengarahkan namun justru mengintervensi terhadap pilihan kopri.
Dari mulai yang tiba-tiba kopri di turunkan dan di karantina disalah satu rumah kemenangan calon yang sebelumnya sama sekali tidak ada obrolan secara bersama dengan kopri,lalu membatasi ruang gerak untuk berkomunikasi dengan calon lainya,dan yang lebih parahnya lagi mendiskriminasi salah satu pengurus kopri cabang yang dari awal tidak sepakat mengenai pilihan yang dipaksakan oleh senior cabang ini. apalagi senior ini bukan berasal dari senior kopri,melainkan senior cabang.
Sangat disayangkan pula bahwa pengurus pmii cabang ikut serta dalam pembungkaman ini yang seharusnya mereka lah yang menjadi bagian penengah dan pembela atas hak suara kopri ini justru ikut dalam permainan otoriter senior.
Mereka membatasi komunikasi dan pertemuan antara ketua kopri cabang dengan pengurusnya sendiri,permainan id card dan surat mandat yang dilempar-lempar agar pengurus kopri cabang tidak dapat memasuki forum,menekan dengan ancaman-ancaman,dan bahkan mengkarantina ketua kopri cabang agar tidak bisa kemana-mana.
Bagaimana bisa suatu organisasi besar yang gencar menyerukan keadilan dan kesetaraan justru dalam praktiknya saja masih ada batasan dan pembungkaman atas suara perempuan. Mereka lebih memilih kepentingan yang entah datangnya darimana,untuk siapa dan atas nama apa yang kemudian jika kita urai ini semua hanya diskriminasi-diskriminasi terhadap suara perempuan,seolah kami tidak di izinkan untuk berfikir,menentukan pilihan,berdiskusi dan berkoalisi. seolah kontestasi politik ini hanya milik lelaki atau bahkan senior saja yang ketika nanti kembali ke cabang pun mereka tidak akan pernah mau untuk ikut campur lebih dalam mengenai konflik-konflik yang akan kopri hadapi nanti.
Seharusnya kongres ini menjadi penentu untuk keberlanjutan dan arah kepengurusan cabang selama 3 tahun kedepan yang dimana ini menjadi hak kopri setiap cabang untuk menentukanya pilihanya sendiri justru malah dimanfaatkan sebagai ajang kepentingan senior maupun pengurus cabang pmii nya sendiri.
Dimana keadilan? Dimana kesetaraan? Dimana hak-hak perempuan?
Bagaimana kopri ingin berproses sempurna jika praktiknya lingkungan sendiri lah yang tidak memberikan ruang untuk kopri berdikari dan berdaya.
Penulis Dita shilfi Lestari
Post A Comment:
0 comments: