Bonnie


E satu.com - 
Saat ini kondisi Indonesia berada di penghujung musim kemarau panjang tahun ini hingga menyebabkan kekeringan dan krisis air bersih di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Kabupaten Cirebon.

Berdasarkan situs Pusat Krisis Kemkes, Musim kemarau berkepanjangan yang melanda beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Barat terutama Kabupaten Cirebon menyebabkan kekeringan di beberapa Kecamatan seperti Kecamatan Kapetakan, Gempol, dan Sedong sehingga menyebabkan air tanah mengering yang menyulitkan masyarakat mendapatkan air bersih. Akibat kejadian ini 1.591 KK terdampak.

Tak hanya itu, Badan Penanggulangan Bencana Derah (BPBD) Kabupaten Cirebon menyatakan Kabupaten Cirebon berstatus Darurat Bencana Kekeringan dan Krisis Air Bersih.

"Kita tetapkan Kabupaten Cirebon berstatus Darurat Bencana Kekeringan dan Krisis Air Bersih sampai tanggal 31 Oktober 2023, dan jika cuacanya masih panas, distribusi air bersih ke masyarakat terus dilakukan," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cirebon, Deni Nurcahya, Minggu (15/10/2023). (https://www.rri.co.id/cirebon/daerah/400643/kabupaten-cirebon-darurat-bencana-kekeringan-dan-krisis-air-bersih).

Sebenarnya kekeringan adalah kondisi alami mengingat negeri ini bagian dari wilayah tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Namun, musim kemarau yang terjadi belakangan ini diperparah dengan campur tangan manusia yang merusak alam.

Penyebab Kekeringan dan Krisis Air Bersih
 
Selain faktor alam dengan adanya perubahan iklim global, faktor pertama penyebab pertama kekeringan dan krisis air bersih adalah liberalisasi sumber daya air yang marak terjadi di Indonesia.

Liberalisasi dari hilir menjadikan perusahaan swasta makin leluasa mencengkeram sumber daya air untuk dieksploitasi. Hal tersebut tampak menjamurnya perusahaan swasta yang menguasai dan mengelola air dalam bentuk kemasan.

Faktor kedua adalah karena minimnya daerah resapan. Hal tersebut dikarenakan adanya alih fungsi lahan terbuka hijau yang digunakan menjadi wilayah pemukiman demi keuntungan bisnis semata tanpa memperhitungkan dampaknya bagi alam.

Akibat hal tersebut, tanah tidak mampu menyerap air hujan karena tertutup oleh beton yang mengakibatkan air tidak dapat meresap ke dalam tanah. Semakin sedikitnya cadangan air dalam tanah akan memberi dampak buruk berupa bencana kekeringan.

Faktor ketiga adanya kerusakan hidrologis yaitu kerusakan fungsi dari wilayah hulu sungai karena waduk dan pada bagian saluran irigasinya terisi sedimen dalam jumlah yang sangat besar. Akibatnya, kapasitas dan daya tampung air akan berkurang sangat drastis dan hal tersebut akan memicu timbulnya kekeringan saat datangnya musim kemarau.

Faktor selanjutnya, langkanya hutan lewat kebijakan kapitalistik. Banyak hutan mengalami alih fungsi dengan dibangun infrastruktur, dibukanya investasi secara besar-besaran, dan penambangan barang tambang. 

Padahal, hutan adalah salah satu bagian yang berfungsi mengurangi dampak pemanasan global. Menurut catatan Walhi, dua pulau besar yang paling banyak kehilangan tutupan hujan yaitu Sumatera dan Kalimantan.

Pemanasan global pun diakibatkan oleh ulah manusia yang membuat kerusakan di bumi, mulai dari polusi kendaraan dan pabrik, hingga penggunaan berbagai zat kimia berbahaya.

Dampak dari kekeringan dan krisis air bersih akan mempengaruhi banyak hal dalam kehidupan manusia terutama sektor pertanian hingga mengancam hajat hidup masyarakat.

Ketersediaan air bersih yang minim dapat mempengaruhi sektor pertanian. Akibat kekeringan dan krisis air akan berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan. Dapat dipastikan jika hal ini terjadi, wabah kelaparan akan terjadi, angka stunting meningkat, dan berbagai penyakit hingga ancaman kematian akan datang.

Pandangan Islam dalam Mengatasi Kekeringan 

Melihat dari fakta yang terjadi, penyebab kekeringan panjang saat ini adalah ketamakan manusia dalam mengeksploitasi alam demi keuntungan pribadi atau kelompok yang merupakan watak para kapitalis.

Hal tersebut telah diingatkan oleh firman Allah dalam Al Qur'an surat Ar-rum 41-42:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”

Larangan Allah tersebut telah dilanggar oleh para kapitalis yang mementingkan bisnisnya tanpa memperhatikan dampak bagi lingkungan.

Tak hanya itu, penguasa pun tidak memberikan sanksi tegas pada pemilik modal yang telah merusak hutan, maraknya pembukaan lahan demi penambangan, eksploitasi air bersih dengan banyaknya pabrik air minum kemasan, dan lainnya.

Hal pertama yang seharusnya dilakukan adalah mengembalikan kepemilikan sumber daya alam kepada rakyat karena terkategori milik umum. Misalnya, laut, hutan, danau, sungai dan air. Sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Penguasa harusnya mengelola SDA saja bukan untuk dimiliki atau bahkan dijual. Sementara hasil dari pengelolaannya diserahkan kembali pada rakyat untuk kemaslahatannya.

Kedua, negara wajib mengawasi pengelolaan sumber daya alam termasuk pemeriksaan kualitas dan distribusi air hingga masyarakat dapat merasakan air bersih, tidak hanya di daerah perkotaan saja, tetapi sampai di pelosok.

Untuk daerah yang memang memiliki cadangan air terbatas karena faktor lingkungan, negara dapat memberdayakan para ahli untuk mengatasi hal tersebut.

Ketiga, memelihara konversi lahan hutan dan rehabilitasi yang dilakukan negara agar daerah resapan air terjaga dan tidak hilang. Masyarakat diedukasi agar menjaga lingkungan secara bersama-sama, hidup bersih dan sehat harus menjadi kebiasaannya, serta sanksi yang tegas terhadap para pelaku kerusakan lingkungan akan diberikan negara.

Demikianlah solusi yang diberikan oleh Islam dalam mengatasi permasalahan kekeringan dan krisis air bersih yang saat ini menimpa Indonesia, terutama Kabupaten Cirebon.

Selama sistem kapitalisme diterapkan, maka bencana akan tetap terjadi karena watak kapitalis yang terus mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan dampaknya pada lingkungan hingga berujung kepada kesengsaraan hidup manusia.

Jika kita ingin mengembalikan pada keberkahan yang akan dilimpahkan Allah dari langit dan bumi, maka tiada hal lain selain kembali pada syariah Allah dan pemimpin yang menerapkan hukum-hukum Allah secara Kaffah.

“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, supaya kamu diberi Rahmat (QS. Ali ‘Imran: 132)”. Wallahu a’alam bisshowab.***

Oleh : Ummu Mushthofa (Pegiat Literasi)
Foto ilustrasi dari pexels.com (Kiptoo Addi)

Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top