E satu.com (Cirebon) - Komisi II DPRD meminta kepada Dinas Pangan Pertanian Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Kota Cirebon untuk memperbaiki sistem pengelolaan retribusi di tempat pengelolaan ikan (TPI).
Sebab, pengelolaan TPI sudah harus mengacu kepada regulasi
terbaru, yakni Perda Nomor 4/2021 tentang Retribusi Jasa Usaha. Hal itu
dilakukan demi menunjang kenaikkan pendapatan asli daerah (PAD).
Sekretaris Komisi II DPRD Kota Cirebon, H Karso mengatakan,
setelah DPRD menyelesaikan Perda Nomor 4/2021 tentang Retribusi Jasa Usaha,
DPRD sedang fokus menata retribusi dari aktivitas pelelangan ikan di TPI
Kejawanan.
Menurutnya, masalah yang terjadi pada proses penarikan
retribusi di TPI yaitu, DPPKP masih mengandalkan pihak koperasi. Padahal,
mengacu aturan terbaru Perda Nomor 6/2012, pengelolaan TPI harus dikelola
langsung oleh pemerintah daerah. Kalaupun dikelola pihak ketiga berarti harus
melalui lelang dan dengan sistem sewa ke PPN Kejawanan.
“Dari hasil konsultasi dengan Kementerian KKP dan BPK, sudah
tidak dibolehkan melibatkan koperasi untuk penarikan retribusi di TPI. DPPKP
masih pakai perda lama untuk memungut retribusi. Tapi, untuk ketentuan besaran
retribusi sudah pakai aturan baru. Ini kan rancu. Maka, harus diperbaiki,” ujar
Karso usai rapat.
Karso menjelaskan, DPPKP masih menggunakan Perda Nomor
5/2011, sehingga masih melibatkan koperasi untuk memungut retribusi di TPI
Kejawanan. Dengan begitu, menurutnya, perda yang baru Perda Nomor 4/2021 tidak
bisa dijalankan maksimal karena terbentur aturan perda yang lama. Yaitu, Perda
Nomor 14/2019 dengan ketentuan peralihan yang memberi izin koperasi untuk
penyelenggaraan TPI hingga tahun 2022.
Menurut Karso, di dalam perda lama, harga ikan masih
ditentukan dengan kesepakatan bukan mengacu pada Pusat Pelelangan Ikan
Pelabuhan Perikanan (PIPP). Sementara perda baru menentukan harga ikan
ditentukan oleh pusat pelelangan ikan.
Di sisi lain, besaran tarif retribusi di perda lama
ditentukan 5 persen dari harga ikan. Sedangkan perda yang baru, besaran tarif
ditentukan secara nominal, yaitu untuk cumi sebesar Rp750 per kilogram dan non
cumi Antara Rp100 sampai dengan Rp400 per kilogram.
“Saya yakin kalau pakai perda yang baru, kontribusi PAD dari
retribusi lelang ikan lebih tinggi. Pakai perda lama saja, per Juni ini sudah
mencapai Rp403 juta, apalagi pakai perda yang baru,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Handarujati
Kalamullah SSos mengatakan, jika merujuk peraturan daerah yang baru maka
pengelolaan TPI tidak bisa melibatkan pihak ketiga. Namun demikian, untuk
mengejar target PAD di tengah pandemi Covid-19 ini jangan sampai terkendala
tidak ada tenaga penarik retribusi.
Menurutnya, melibatkan koperasi sebagai penarik retribusi
aktivitas di TPI perlu dipertimbangkan sementara waktu hingga habis masa kerja
sama dengan koperasi. Artinya, setelah izin koperasi berakhir pada 2022, maka
pengelolaan retribusi perlu dievaluasi dengan menggunakan perda yang sudah
disahkan dan perwali yang akan disusun oleh Pemerintah Kota Cirebon.
“Ada baiknya bisa menjadi pertimbangan pengelolaan koperasi
hingga 2022. Apakah DPPKP punya sumber daya manusia untuk mengelola retribusi.
Jangan sampai terkendala karena tidak ada SDM yang menarik retribusi,”
terangnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kelautan dan Perikanan DPPKP
Kota Cirebon, Erythrina mengatakan, hasil rapat bersama Komisi II DPRD yaitu
semua pihak yang terkait dalam retribusi TPI PPN Kejawanan harus duduk bersama.
Sehingga dibahas secara komprehensif untuk menyelesaikan mekanisme bagi hasil
antara kas daerah dengan penyelenggara retribusi.
Hal itu bertujuan untuk menertibkan retribusi pengelolaan
TPI untuk diserahkan kepada kas daerah. Sejauh ini belum ada sistem yang baku
mengatur menyetorkan hasil retribusi ke kas daerah. Menurutnya, di masa
transisi perubahan perda retribusi jasa usaha ini, DPPKP masih melibatkan
koperasi hingga tahun 2022.
Setelah perda baru disahkan, harus ada penyesuaian regulasi
untuk menyetorkan hasil retribusi ke kas daerah. Sebab, Perda nomor 4/2021
sudah tidak membolehkan pengelolaan dikelola oleh koperasi, melainkan dikelola
langsung oleh pemerintah daerah.
“Masa transisi ini masih boleh penyelenggaraan retribusinya
melibatkan koperasi. Hanya saja, penyetorannya sudah harus 100 persen ke kas
daerah,” katanya. (pgh)
Post A Comment:
0 comments: